Kekeringan yang melanda Sungai Efrat, salah satu sungai terpenting dalam sejarah peradaban manusia, kini menjadi pertanda mengerikan bagi banyak orang. Dalam beberapa tahun terakhir, sungai yang membentang sepanjang 2.800 km ini mengalami penurunan debit air yang drastis, dan diprediksi akan kering total pada tahun 2024. Situasi ini memicu kekhawatiran besar di kalangan penduduk Turki, Suriah, dan Irak, yang sangat bergantung pada sungai ini untuk kebutuhan air sehari-hari.
Menurut berbagai nubuatan agama, termasuk dalam hadis Nabi Muhammad, surutnya Sungai Efrat adalah salah satu tanda akhir zaman. Dalam riwayat tersebut, dikatakan bahwa ketika sungai ini mengering, akan terlihat gunung emas, dan banyak orang akan berperang untuk mendapatkannya. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendalam: Apakah kita benar-benar berada di ambang kiamat?
Penemuan arkeologis yang muncul seiring dengan kekeringan ini semakin menambah misteri. Banyak situs kuno, termasuk kota Uruk dan makam Raja Gilgamesh, terungkap dari dasar sungai yang mengering. Penemuan ini memberikan gambaran tentang kehidupan dan budaya peradaban kuno yang pernah ada di wilayah tersebut.
Selain itu, dampak dari kekeringan ini juga dapat memicu konflik antara negara-negara yang berbagi sumber daya air. Ketegangan politik yang sudah ada di kawasan ini, terutama antara Turki dan Suriah, semakin meningkat seiring dengan berkurangnya aliran air yang mengalir ke Suriah.
Dengan segala pertanda ini, masyarakat di seluruh dunia kini bertanya-tanya: Apakah ini saatnya untuk bersiap menghadapi hari akhir, ataukah ada harapan untuk memulihkan ekosistem yang telah lama ada? Keberlanjutan hidup di kawasan ini kini terancam, dan waktu semakin menipis.